Laman

Senin, 28 Mei 2012

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Hari Kesehatan sedunia tanggal 7 April 2005 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan laporan tahunan mereka berjudul The World Health Report 2005, Make every Mother and Child count, yang berfokus pada kesehatan ibu dan anak, yaitu upaya menyelamatkan ibu dari kematian karena kehamilan, saat dan setelah melahirkan, menyelamatkan bayi yang baru lahir serta menyelamatkan anak balita dari kematian (Uli, Mailto, 2005).
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dikatakan bahwa tujuan pembangunan nasional yakni tercapainya kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diselenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, murah, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan peran serta aktif dari masyarakat.(Kesmas, 2007).
Salah satu upaya pemerintah di bidang kesehatan yang sedang digalakkan untuk menjembatani antara upaya-upaya pelayanan kesehatan professional dan non professional yang dikembangkan oleh masyarakat dan keluarga yakni melalui pos pelayanan terpadu yang dikenal dengan sebutan posyandu.(Kesmas, 2007).

Upaya untuk memasyarakatkan program posyandu di Era pemerintahan orde baru cukup gencar dikampanyekan ke masyarakat dengan slogan "Ayo ke posyandu", namun di Era Reformasi berlangsung perkembangan posyandu kelihatannya mengalami kemunduran, karena terkesan pembangunan politik dan ekonomi lebih diprioritaskan dari pada pembangunan sosial, akibatnya pembangunan kesehatan yang berbasis masyarakat sedikit terabaikan, sehingga dampaknya terhadap keberadaan posyandu seolah-olah menjadi "Hidup segan mati tak mau". Salah satu fakta di lapangan dapat kita lihat yaitu adanya kader yang bertugas kurang aktif dan jumlahnya tidak lengkap (Gemari,2005).
Oleh karena itu telah diterbitkan Surat edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor :411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2000, yang merupakan pedoman Bupati/Walikota di Indonesia tentang revitalisasi posyandu. Di mana diharapkan akan mengembalikan kerja posyandu dan keaktifan-keaktifan kader di dalamnya (Depkes RI, 2005)
Mengingat begitu strategisnya keberadaan kader maka untuk lebih optimalnya dalam memberikan pelayanan, pemerintah memprogramkan pemberian pelatihan kader (Bapenas, 2008).
Namun kenyataaan di lapangan menunjukkan masih ada posyandu yang mengalami keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam setiap kegiatan posyandu sehinggga pelayanan tidak berjalan lancar. Keterbatasan kader disebabkan adanya kader drop out karena lebih tertarik bekerja di tempat lain yang memberikan keuntungan ekonomis, kader pindah karena ikut suami, dan juga setelah bersuami tidak mau lagi menjadi kader, kader sebagai relawan merasa jenuh dan tidak adanya penghargaan kepada kader yang dapat memotivasi mereka untuk bekerja dan faktor-faktor lainnya seperti kurangnya pelatihan serta adanya keterbatasan pengetahuan dan pendidikan yang seharusnya dimiliki oleh seorang kader, karena berdasarkan penelitian sebelumnya kader yang direkrut oleh staf puskesmas kebanyakan hanya berpendidikan sampai tingkat SLTA dengan pengetahuan yang sangat minim dan umumnya tidak bekerja.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan diperoleh jumlah kader posyandu 4079 yang tersebar di 906 posyandu, namun yang aktif hanya 3526 orang (86,44%).(Dinkes Sul-Sel, 2006).
Di Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki berbagai program kesehatan tercatat memiliki 300 posyandu (Depkes RI, 2007), Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Towata Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar yang terdiri dari 6 desa, terdapat 27 posyandu. Pada tahun 2008 rata-rata kader yang aktif sebesar 70 orang (76,08%) yang tidak aktif 22 orang (23,91%) dengan jumlah kader sebanyak 92 orang. Sedangkan tahun 2009 jumlah kader menurun menjadi 91 orang dengan rata-rata keaktifan sebesar 70 orang (76,92%), yang tidak aktif 21 orang (21,90%) dan untuk tahun 2010 jumlah kader meningkat menjadi 100 orang dengan rata-rata keaktifan sebesar 71 orang (79,20%), yang tidak aktif sebesar 21 orang (20,58%).dan pada tahun 2011 jumlah kader sebanyak……orang dengan rata – rata keaktifan sebesar 42 orang dan yang tidak aktif sebesar……. Orang.(Profil Puskesmas towata, 2010).
Dari data tersebut menunjukkan bahwa masih ada kader yang tidak aktif dalam setiap kegiatan posyandu yang dapat menimbulkan ketidakefektifan pelayanan Posyandu.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui "faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bontonompo Selatan Kab. Gowa".
1.2    Rumusan Masalah        
Aktivitas kader dalam kegiatan posyandu berhubungan dengan berbagai faktor. Untuk mengungkapkannya maka penulis merumuskan petanyaan ”Apakah pendidikan, pengetahuan, dan motivasi yang dimiliki oleh kader posyandu berhubungan dengan  keaktifannya dalam kegiatan posyandu
1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan umum
Memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktivitas kader dalam kegiatan posyandu dipuskesmas Bontompo Selatan Kab. Gowa.
1.3.2   Tujuan  khusus 
1      .Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan keaktifan kader diposyandu dipuskesmas Bontompo Selatan Kab. Gowa.
2.    Untuk mengetahui hubungan antara  pengetahuan dengan ke aktifan kader diposyandu dipuskesmas Bontompo Selatan Kab. Gowa
3.    Untuk mengetahui hubungan antara motivasi kader diposyandu dipuskesmas Bontompo Selatan Kab. Gowa.

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1   Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam rangka penentuan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat, khususnya dalam hal upaya peningkatan peran-serta masyarakat guna meningkatkan aktivitas kader posyandu di Kota Makassar.
1.4.2   Diharapkan pula penelitian ini dapat menambah referensi pengetahuan tentang kader dalam kegiatan posyandu terutama peneliti yang berminat mengenai aktivitas kader posyandu.
1.4.3   Manfaat bagi peneliti adalah menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kader dan kegiatan posyandu.













BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Tinjauan Umum Tentang Posyandu
2.1.1   Defenisi
Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dilaksanakan ditingkat dusun dalam wilayah kerja masing-masing puskesmas.  Tempat pelayanan program terpadu ini disebut dengan POSYANDU.  Tujuan jangka panjang program yandu adalah untuk dapat menurunkan angka kematian bayi atau Infant Mortility Rate (IMR), dan angka kelahiran atau Birth Rate (BR).  Turunnya IMR dan BR merupakan standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu ditingkat propinsi dan nasional yang dipantau setiap lima tahun melalui survei kesehatan rumah tangga Depkes.  Untuk lebih mempercepat tercapainya penurunan IMR dan BR, diperlukan tumbuhnya peran serta maasyarakat dalam mengelolah dan memanfaatkan posyandu (Sulkan Y. 2000).
Posyandu (pos pelayanan terpadu) adalah salah satu wadah dari partisipasi masyarakat untuk kegiatan terpadu KB-Kesehatan ditingkat desa yang telah dilaksanakan sejak tahun 1984.(Naim,2008).
Pengertian posyandu bila dilihat dari segi kualitatif dapat dibagi menjadi 2 yaitu posyandu secara sederhana dan posyandu secara paripurna.  Secara sederhana, posyandu adalah posyandu dengan jenis pelayanan yang terbatas dan tertentu yang dilaksanakan oleh masyarakat sendiri atau bekerja sama dengan petugas puskesmas.  Tenaga pelaksana dari masyarakat adalah kader sedangkan dari petugas puskesmas adalah juru imunisasi, perawat atau PLKB (Gemari,2005).
Sedangkan secara paripurna posyandu adalah pelayanan yang lengkap termasuk pelayanan profesional yang lengkap (KIA, KB, Gizi, Imunisasi, Pencegahan Diare), sebagai tenaga pelaksana dari masyarakat yaitu kader dan petugas puskesmas dan petugas BKKBN (Gemari,2005)
Naim Umar (2008), Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.
2.1.2   Adapun tujuan didirikannya posyandu yaitu :
1.    Mempercepat angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran
2.    Mempercepat pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
3.    Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil sehat dan sejahtera
4.    Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lainnya yang menunjang kemampuan hidup sehat
5.    Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan penduduk dan geografi
6.    Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha kesehatan masyarakat.

2.1.3   Sasaran posyandu adalah :
1.         Bayi berusia kurang dari 1 (satu) tahun
2.         Anak balita 1-5 tahun
3.         Ibu hamil, menyusui dan nifas
4.         Pasangan usia subur
2.1.4   Alasan didirikannya posyandu :
1.         Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan pelayanan KB
2.         Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat oleh masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan KB
2.1.5   Penyelenggaraan kegiatan posyandu yaitu :
1.         Pelaksana kegiatan, adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawa bimbingan puskesmas
2.         Pengelola posyandu, adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut
3.         Dapat merupakan lokasi sendiri
4.         Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.



2.1.6   Pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh posyandu sebagai berikut :
1.    Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita seperti :
a.    Penimbangan bulanan
b.    Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang
c.    Imunisasi bayi 3-14 bulan
d.   Pemberian oralit untuk menanggulangi diare
e.    Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
2.    Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur
a.    Pemeriksaan kesehatan umum
b.    Pemeriksaan kehamilan dan nifas
c.    Pelayanan peningkatan gizi
d.   Imunisasi TT untuk ibu hamil
e.    Penyuluhan kesehatan dan KB
2.1.7   Pelaksanaan kegiatan posyandu yaitu :
Pada pelaksanaan pos pelayanan terpadu melibatkan petugas puskesmas, petugas BKKBN sebagai penyelenggara pelayanan profesional dan peran serta masyarakat secara aktif dan positif sebagai penyelenggara pelayanan nonprofesional secara terpadu dalam rangka alih teknologi dan swakelola masyarakat.
1.    Dari segi petugas puskesmas:

a.    Pendekatan yang dipakai adalah pengembangan dan pembinaan PKMD
b.    Perencanaan terpadu tingkat puskesmas dan lokakarya mini
c.    Pelaksanaan melalui sistem 5 meja dan alih teknologi
2.    Dari segi masyarakat:

a.     Kegiatan swadaya masyarakat yang diharapkan adanya kader kesehatan
b.    Perencanaan melalui musyawarah masyarakat desa
c.    Pelaksanaan melalui sistem 5 meja
Dukungan lintas sektoral sangat diharapkan mulai dari tahap persiapan/perencanaan, pelaksanaan bahkan penilaian dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat baik dari segi motivasi maupun teknis dari masing-masing sek
2.1.8   Prinsip dasar pos pelayanan terpadu adalah :
1.    Pos pelayanan terpadu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara pelayanan profesional dan non profesional
2.    Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB, Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan Diare) maupun lintas sektoral (Depkes RI, Depdagri dan BKKBN)
3.    Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasi, pos kesehatan)
4.    Mempunyai sasaran penduduk yang sama (bayi 0-1 tahun, anak balita 1-4 tahun, ibu hamil dan PUS)
5.    Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan PKMD atau PHC (Nasrul Effendy, 2009)
Satu posyandu sebaiknya melayani sekitar 100 balita (120 kepala keluarga) atau sesuai dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat, seperti keadaan geografis, jarak antara sekelompok rumah, jumlah kepala keluarga dalam satu kelompok dan sebagainya. Dalam posyandu terdapat sistem kegiatan pelayanan terpadu yang dilakukan dengan ”pola 5 meja” sebagaimana diuraikan dibawah ini :
a.    Meja I            :  Dilakukan pendaftaran balita dan ibu hamil
b.    Meja II          :  Dilakukan penimbangan balita dan pencatatan berat                         badan anak pada kertas kecil
c.    Meja III         :  Pencatatan hasil penimbangan pada KMS
d.   Meja IV         :  Pemberian penyuluhan kepada ibu balita berdasarkan                       hasil penimbangan pada KMS
Kader juga melakukan:

1)        Penyuluhan ibu hamil/ibu menyusui
2)        Penyuluhan ibu pasangan usia subur
3)        Penyuluhan lain tentang pemberantasan penyakit diare, kekurangan vitamin A, kurang darah, imunisasi dan KB
4)        Membagikan obat-obatan seperti oralit, kapsul vitamin A dan tablet penambah darah
5)        Membagikan pil ulangan dan kondom pada peserta KB khususnya PUS
e.       Meja V     :  Merupakan meja pelayanan yang ditangani oleh petugas kesehatan.  Pelayanan yang dapat diperolehdimeja V adalah imunisasi, KB, pemeriksaan ibu hamil dan anak serta pengobatan.
Ruang lingkup pelaksanaan program terpadu KB-Kesehatan meliputi wilayah desa/kelurahan dengan pengembangan pada dusun, dukun, RT, RK, lingkungan apabila hal ini memungkinkan.  Jadi dengan demikian di suatu desa/kelurahan, apabila desa tersebut mampu dan memenuhi syarat, ada kemungkinan satu desa dibentuk posyandu atau lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat.
2.1.9   Lingkup kegiatan posyandu meliputi 5 kegiatan program :
1.    Keluarga Berencana
a.    Komunikasi, informasi dan edukasi tentang KB
b.    Motivasi keluarga berencana
c.    Pelayanan kontrasepsi bagi calon peserta KB
d.   Pelayanan ulang peserta KB
e.    Pembinaan dan pengayoman peserta KB termasuk upaya pengalihan kejenis kontrasepsi yang lebih mantap
f.     Pendataan dan pemetaan
g.    Pencatatan dan pelaporan
2.    Kesejahteraan ibu dan anak
a.    Pembahasan tentang KIA
b.    Pemeriksaan ibu hamil dalam rangka penjaringan ibu hamil dengan resiko tinggi dengan menggunakan kartu monitoring ibu hamil
a)    Identifikasi ibu hamil dengan resiko tinggi
b)   Pemeriksaan bayi dan anak balita
c)    Pemeriksaan ibu masa nifas dan menyusui
d)   Pencatatan dan pelaporan
e)    Rujukan kasus-kasus sulit kepuskesmas
3.    Perbaikan gizi
a.    Penyuluhan tentang gizi
b.    Monitoring pertumbuhan balita dengan KMS dalam rangka penjaringan balita dengan gizi kurang/buruk
c.    Pemberian makanan tambahan dan mendidik menu seimbang
d.   Pemberian vitamin A dosis tinggi
e.    Pemberian tablet Fe (besi) bagi ibu hamil
f.     Penanggulangan balita dengan gizi kurang/buruk dan ibu hamil dengan gizi kurang/buruk
g.    Pencatatan dan pelaporan
4.    Imunisasi
a.    Penyuluhan tentang imunisasi dan efek sampingnya
b.    Melaksanakan imunisasi BCG, DPT, Polio dan Campak pada bayi dan balita
a)    Melakukan imunisasi TT pada ibu hamil
b)   Pencatatan dan pelaporan
5.    Diare Penanggulangan
a.    Penyuluhan tentang penyakit diare/mencret
b.    Memasyarakatkan pemakaian oralit/larutan gula garam dan cara pembuatannya
c.    Penyuluhan dan pengobatan kasus diare
d.   Rujukan kasus-kasus dengan dehidrasi kepuskesmas
6.    Kegiatan sektor lain
     Meskipun pada dasarnya program KB-Kesehatan terpadu ini merupakan perpaduan pelayanan KB dan kesehatan oleh, dan untuk masyarakat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat, maka diperlukan kerja lintas sektoral dengan komponen-komponen program pembangunan lainnya, termasuk petugas dan kader yang ada dan lingkungan masyarakat tersebut, antara lain :
a.    Pertanian dan tanaman pangan, termasuk perkebunan, perikanan, peternakan dan lain-lain
b.    Penerangan
c.    Agama
d.   Pendidikan
e.    Peningkatan peranan wanita
f.     Pembinaan generasi muda
g.    PKK
h.    Dan lain-lain

Sesuai dengan tingkat perkembangan kegiatan pelayanan 5 program terpadu KB-Kesehatan masing-masing wilayah dan dengan pertimbangan kemampuan petugas dan kader yang ada serta dukungan sarana dan prasarana yang tersedia, maka kegiatan program dapat diperluas dengan berbagai kegiatan pelayanan program yang lain seperti keanekaragaman tanaman pekarangan, peningkatan pendapatan keluarga, Bina Keluarga Balita (BKB), P2WKSS, Kejar paket A dan Kejar Usaha, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan serta kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan yang berkembang di masyarakat.
Dalam hal perluasan kegiatan ini, sebagaimana halnya dalam penyelenggaraan program KB pada umumnya, maka perlu diperhatikan bahwa dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan 3 dimensi program yaitu jangkauan, pembinaan dan pembudayaan serta pelembagaan program.  Artinya apabila dimasyarakat baru terdapat 2 atau 3 kegiatan dari 5 kegiatan terpadu maka kegiatan pelayanan tersebut diperluas sehingga mencakup keseluruhan program.
Makin banyaknya jumlah posyandu yang mendorong terjadinya variasi tingkat perkembangan yang beragam.  Untuk mengantisipasi keadaan yang demikian Departemen Kesehatan menentukan tingkat perkembangan posyandu yang digolongkan kedalam empat tingkat yaitu :
1.    Posyandu Pratama (Pratamasidi)   
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas yaitu 4 orang
2.    Posyandu Madya (Madyasidi)
Posyandu pada tingkat madya yaitu posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih.  Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) masih rendah   yaitu kurang dari 50%.  Ini berarti kelestarian kegiatan posyandu sudah baik akan tetapi masih cakupannya.
3.    Posyandu Purnama (Purnamasidi)
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader         tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya (KB,      KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%.  Sudah ada program          tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana.
     4.  Posyandu Mandiri
Posyandu yang sudah sampai pada tingkat mandiri.  Ini berarti  sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus dengan program tambahan dan dana      sehat    telah menjangkau lebih dari 50% KK.
  Kategorisasi posyandu menjadi 4 tingkat ini dilakukan atas dasar pengorganisasian dan tingkat pencapaian programnya.
Hasil kegiatan posyandu dicatat dalam buku register penimbangan balita dengan pengisian kolom-kolom hasil penimbangan dengan kode-kode tertentu seperti dibawah ini :
S = Jumlah balita yang ada,
K = Jumlah balita yang terdaftar dan mempunyai KMS,
N = Jumlah balita yang naik timbangannya,
T = Jumlah balita yang tidak naik timbangannya,
O = Jumlah balita yang ditimbang bulan ini, tetapi tidak ditimbang       
       bulan lalu
B = Jumlah balita yang pertamakali hadir dipenimbangan bulan ini,
D = Jumlah balita yang ditimbang bulan ini,
E = Jumlah balita yang tidak ditimbang bulan ini,
A = Jumlah balita yang berada dibawah garis merah
Yang menjadi indikator posyandu adalah SKDN (Sasaran KMS Datang Naik),
S = Jumlah semua balita yang berada di wilayah kerja,
K = Jumlah semua balita yang terdaftar dan telah mendapatkan KMS,
D = Jumlah balita yang ditimbang,
N = Jumlah balita yang naik berat badannya.
SKDN dibuat berbentuk kolom atau balok-balok yang memberikan gambaran mengenai keberhasilan kegiatan program di suatu wilayah kerja.
Tujuan balok SKDN adalah :
1.      Agar semua balita yang berada  di wilayah kerja terdaftar dan mendapat KMS
2.      Semuanya hadir untuk ditimbang dan semua balita naik berat badannya, sehingga S=K=D=N
2.2.  Tinjauan Umum tentang Kader
2.2.1.      Defenisi Kader
Kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (promkes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat (Sulkan, 2000).
Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader kesehatan merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diperioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya (Pohan, 2007).
2.2.2.      Tujuan Pembentukan Kader
Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikut sertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adanya dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal mungkin. Pola pikir yang semacam ini merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan (Zulkifli, 2003).
Kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa ternyata mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi:
1.    Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadar diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhana dan lain-lain.
2.    Penimbangan dan penyuluhan gizi.
3.    Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya menanamkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
4.    Penyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya menamakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
5.    Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan jamban keluarga dan sarana air sederhana.
6.    Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.

Adapun peran kader dalam penyelenggaraan posyandu menurut Depkes RI 1995 meliputi: (Unicef. 2000).
1.    Memberitahukan hari dan jam buka posyandu kepada ibu pengguna posyandu (ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anak balita serta ibu usia subur) sebelum hari buka posyandu.
2.    Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan posyandu sebelum posyandu dimulai seperti timbangan, buku catatan, KMS, alat peraga penyuluhan, dll.
3.    Melakukan pendaftaran bayi, balita, ibu hamil dan usia subur yang hadir di posyandu.
4.    Melakukan penimbangan bayi dan balita, mencatat hasil penimbangan ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan.
5.    Melakukan penyuluhan perorangan kepada ibu-ibu di meja IV, dengan isi penyuluhan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan.
6.    Melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum meja I atau setelah meja V (kalau diperlukan).
7.    Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan balita serta pasangan usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan agar datang ke posyandu.
2.2.3.      Peran Kader Posyandu
Peran kader memegang peranan penting dalam menjembatani masyarakat khususnya kelompok sasaran posyandu. Berbagai informasi dari pemerintah lebih mudah disampaikan kepada masyarakat melalui kader, karena kader lebih tanggap dan memilliki pengetahuan kesehatan diatas rata-rata dari kelompok sasaran posyandu (Umar Naim, 2008).
1.    Wujud Peran Serta Kader
Peran serta kader dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.    Tenaga, seorang kader berperan serta dalam kegiatan kelompok dengan. menyumbangkan tenaganya, misalnya menyiapkan tempat dan sebagainya.
b.    Materi, kader berperan serta dalam kegiatan kelompok dengan menyumbangkan materi yang diperlukan dalam kegiatan kelompok tersebut, misalnya uang, pinjaman tempat dan sebagainya (Desa Siaga dikembangkan di Jawa Timur dengan Mengaktifkan Kader)
2.    Tugas kegiatan kader
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut di dalam maupun di luar Posyandu antara lain: (Zulkifli, 2003).
a.    Kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah:
1)         Melaksanakan pendaftaran.
2)         Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.
3)         Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan.
4)         Memberikan penyuluhan.
5)         Memberi dan membantu pelayanan.
6)         Merujuk.
b.   Kegiatan yang dapat dilakukan kader di luar Posyandu KB-kesehatan adalah: (Widiastuti, 2006).
1)         Bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulan diare.
2)         Mengajak ibu-ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu.
3)         Kegiatan yang menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada:
a)      Pemberantasan penyakit menular.
b)      Penyehatan rumah.
c)      Pembersihan sarang nyamuk.
d)     Pembuangan sampah.
e)      Penyediaan sarana air bersih.
f)       Menyediakan sarana jamban keluarga.
g)      Pembuatan sarana pembuangan air limbah.
h)      Pemberian pertolongan pertama pada penyakit.
i)        P3K
j)        Dana sehat.
k)      Kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan. Adapun masalah-masalah yang seharusnya dipelajari oleh kader dikelompokkan menjadi 5 yaitu tentang:
a)      Penyakit menular
b)      Perawatan lbu
c)      Kesehatan Anak dan Gizi
d)     Kecelakaan
e)      Kebersihan Rumah dan Lingkungan
c.    Peranan Kader di luar Posyandu KB-kesehatan:
1)      Merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan dan melaksanakan survey mawas diri, membahas hasil survei, menyajikan dalam MMD, menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat desa, menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama masyarakat, membahas pembagian tugas menurut jadwal kerja.
2)      Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi (kunjungan), alat peraga dan percontohan.
3)      Menggerakkan masyarakat: mendorong masyarakat untuk gotong royong, memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain.
4)      Memberikan pelayanan yaitu,
a)      Membagi obat
b)      Membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan
c)      Mengawasi pendatang didesanya dan melapor
d)     Memberikan pertolongan pemantauan penyakit
e)      Memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya
5)      Melakukan pencatatan, yaitu:
a)      KB atau jumlah PUS, jumlah peserta aktif dsb
b)      KIA : jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan dan sebagainya
c)      Imunisasi : jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi dan balita yang diimunisasikan
d)     Gizi: jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang ditimbang dan yang naik timbangan
e)      Diare: jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan dan dirujuk.
6)      Melakukan pembinaan mengenai lama program keterpaduan KB ­Kesehatan dan upaya kesehatan lainnya.
7)      Keluarga pembinaan yang masing-masing berjumlah 10-20 KK atau diserahkan pada kader setempat dengan memberikan informasi tentang upaya kesehatan yang dilaksanakan.
8)      Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan.
9)      Melakukan pertemuan kelompok.
Adapun masalah-masalah yang seharusnya dipelajari dan diketahui oleh seorang kader dikelompokkan menjadi 5 yaitu tentang: (Supari, 2006).
1.   Penyakit menular
Yang berhubungan dengan penyakit menular adalah:
a.       Imunisasi untuk pencegahan penyakit (BCG, DPT, Polio, dan Campak).
b.      Menghadapi jika seorang menderita demam dan kemungkinan penyebabnya yaitu dengan mengajarkan kepada masyarakat tentang:
1)      Makanan bergizi dan mencuci bahan makanan sebelum dimasak
2)      Minum air sesudah dimasak
3)      Mencuci alat makan dan alat masak dengan baik
4)      Membasmi lalat dan tikus dengan membersihkan sumbernya
c.       Diare
Menjelaskan penyebab diare yaitu:
1)      Tangan yang kotor jika makan dan minum, terutama sesudah membuang air besar.
2)      Makanan yang kotor karena tidak tertutup sehingga kena debu, lalat dan binatang lain seperti kecoak, tikus dan lain-lain.
3)      Makanan yang tidak dimasak sempurna, misalnya daging yang mengandung cacing dan telurnya.
4)      Minum air yang tidak bersih dari sungai, kolam, mata air dan lain-lain.
2.   Perawatan Ibu
Jika seorang ibu sedang hamil, maka disarankan untuk:
a.       Banyak istirahat
b.      Makan yang bergizi
c.       Tidak makan obat yang tidak dianjurkan dokter.
d.      Tidak meminum minuman keras
e.       Memeriksakan diri selama kehamilan sejak awal dan sesering mungkin
Jika seorang ibu sedang menyusui:
a.       Sarankan jaga kebersihan ibu dan bayi
b.      Kekurangan Konsumsi makanan yang bergizi
c.       Beri Asi atau susu dan makanan yang baik
d.      Disarankan kepada ibu agar tidak melahirkan bayi dalam waktu yang terlalu pendek, dengan ber-KB.
e.       Jika ada keluhan, perdarahan yang terus-menerus atau demam cepat di bawa ke dokter atau puskesmas terdekat.
3.   Kesehatan Anak dan Gizi
Memberikan penyuluhan tentang akibat kekurangan gizi dan gejalanya seperti:
a.       Anak semakin kurus atau berat anak yang tidak sesuai dengan umur
b.      Anak yang tinggal kulit membalut tulang
c.       Anak dengan pembengkakan kaki dan lengan.
4.   Kecelakaan
a.       Luka Bakar
Pertolongan pertama jika anak kena luka bakar yaitu antara lain:
1)      Memberi anak minum banyak
2)      Cepat bawa ke puskesmas dan rumah sakit terdekat
3)      Diberi baju yang longgar atau luka jangan ditutup.
b.      Harus diperhatikan
1)      Apakah pasien kehilangan banyak darah. Untuk itu dicegah dengan menekan luka: minum air banyak
2)      Jika pasien jadi lemah, harus cepat dibawa ke dokter.
5.   Kebersihan Rumah dan Lingkungan
a.       Sumber Air hanya dari kolam
Disarankan agar:
1)      Merebusnya sebelum dipergunakan untuk air minum
2)      Tidak mandi di kolam
3)      Mencuci bahan makanan, alat-alat makan dan alat-alat memasak sebelum digunakan
4)      Meminta pendapat dari pamong desa untuk memecahkan masalahnya.
b.      Sumber Air Sungai
Jika tidak ada, Sumber lain maka disarankan:
1)      Untuk merebus air sebelum diminum
2)      Dapat untuk mandi jika hewan ternak minum pada aliran Sungai di hulu.
c.       Sumber Air dari Mata Air
1)      Sumber air ini aman jika ada pagarnya, sejauh 20 meter dari mata air.
2)      Ada saluran pembuangan untuk membuang air hujan, atau supaya tidak becek.
3)      Dibuatkan bak semen untuk menampung air setinggi 50 cm.
4)      Digunakan pipa untuk menyalurkan air.
6.   Pembuangan Kotoran
Jika jamban tidak digunakan sebagaimana mestinya, maka disarankan: kepada kepala keluarga untuk membuat jamban yang memenuhi syarat kesehatan dan digunakan sebagaimana mestinya.
Jika membuang kotoran disembarangan tempat, maka dijelaskan kepada:
a.       Kepala keluarga tentang bahayanya berhubungan dengan penyakit menular
b.      Disarankan untuk tidak membuang kotoran di sungai.
7.   Pembuangan Sampah
Dijelaskan tentang bahaya penyakit-penyakit yang mungkin timbul jika membuang sampah tidak pada tempatnya.
2.2.4.           Persyaratan menjadi Kader
Bahwa pembangunan dibidang kesehatan dapat dipengaruhi dari keaktifan masyarakat dan pemuka-pemukanya termasuk kader, maka pemilihan calon kader yang akan dilatih perlu mendapat perhatian. Secara disadari bahwa memilih kader yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari kepala desa setempat kadang-kadang tidak gampang. Namun bagaimanapun proses pemilihan kader ini hendaknya melalui musyawarah dengan masyarakat, sudah barang tentu para Pamong Desa harus juga mendukung. Di bawah ini salah satu persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon kader, yaitu:
1.   Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia
2.   Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
3.   Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan.
4.   Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
5.   Dikenal masyarakat dan dapat bekerja sama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa
6.   Sanggup membina paling sedikit 10 KK untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan.
7.   Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunyai keterampilan.
Dr. Ida Bagus, mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang kader antara lain:
1.   Berasal dari masyarakat setempat.
2.   Tinggal di desa tersebut.
3.   Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.
4.   Di terima oleh masyarakat setempat.
5.   Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain.
6.   Sebaiknya yang bisa baca tulis.
Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masyarakat sekitarnya (Zulkifli, 2003).
2.3       Tinjauan Umum Tentang Tingkat Pendidikan Kader
Dari segi istilah, pendidikan berasal dari bahasa Latin educatus (educare) yang berarti merawat dan membimbing. Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta sarana untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan, sikap dan perilaku'yang baru. Tingkat pendidikan merupakan dasar pengembangan daya nalar seseorang untuk menerima, motivasi.
Latar belakang pendidikan seseorang berpengaruh pada beberapa kategori kompetensi di mana semakin tinggi pendidikan seseorang scmakin tinggi pula tingkat keterampilan dalam hubungan interpersonal serta semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, staf puskesmas dituntut untuk memilih perempuan terpelajar sebagai kader, karena latar belakang dianggap penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan (perempuan terpelajar banyak tahu tentang pengertian kesehatan moderen) (Sciotino, 2000).
2.4       Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Kader
Pengetahuan merupakan tahap awal seseorang berbuat sesuatu dan pengetahuan tentang apa yang akan dilakukan membuat seseorang mengetahui langkah selanjutnya yang harus diperbuat. Seperti halnya seorang kader posyandu yang harus mengetahui tentang tugas yang diembangnya sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat dalam mengelola posyandu.
Peran serta kader adalah mendidik masyarakat desa melalui penyuluhan, hal tersebut menunjukkan bahwa kader harus mempunyai pengetahuan di atas rata-rata masyarakat desa lainnya. Penyuluhan yang diberikan diharapkan sebagai sarana yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkai kesadaran masyarakat yang diharapkan terjadinya perubahan perilaku (Uli, 2005).
Tingkat pengetahuan kader terhadap kesehatan khususnya mengenai pelaksanaan posyandu akan mempengaruhi pola perilaku kader untuk lebih aktif berperan serta dan lebih tanggap untuk setiap permasalahan kesehatan yang terjadi (Supari, 2006).
2.5       Tinjauan Umum Tentang Penghargaan Kader
Sosial ekonomi merupakan salah satu aspek yang dapat menimbulkan masalah dalam bidang posyandu yaitu para kader dengan sosial ekonomi rendah sehingga berpengaruh pada partisipasinya dalam posyandu baik secara langsung maupun tidak langsung (Sciortino. 2000).
Untuk memotivasi kader, Menkes mengingatkan agar hendaknya dikembangkan secara rasional atas dasar pertimbangan guna memenuhi kebutuhan kader. Bagaimanapun, kader juga manusia yang memiliki kebutuhan­-kebutuhan dalam hidupnya (Depkes RI, 2006).
Untuk menjadi seorang kader harus memiliki dedikasi yang tinggi dan bekerja tanpa paimrih, namun sebagai bagian dari upaya kepedulian terhadap kader sebaiknya setiap kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada kader untuk meningkatkan motivasi kerjanya dengan memberikan intensif yang sumber dananya dari alokasi bantuan Desa/Kelurahan dengan jumlah bervariasi disesuaikan kemampuan keuangan masing-masing. (Suara Karya, 2006).
Menurut Widodowati (2004), bila para kader mendapat reward (bukan selalu dalam bentuk materi, bisa dalam bentuk fasilitas), maka angka drop out bisa diperkecil. Oleh karena itu berbagai bentuk program yang berkaitan dengan system penghargaan perlu tetap digalakkan agar masyarakat yang terpilih tetap termotivasi untuk bertindak sebagai kader.
2.6   Tinjauan Umum Tentang Jarak Rumah Kader
Pada daerah pedesaan yang masuk kategori terpencil atau terisolasi, hambatan yang dihadapi kader karena jauhnya jarak tempat tinggal dari lokasi pelaksanaan posyandu dan tidak tersedianya transportasi yang bisa digunakan pada hari buka posyandu (Umar, 2008).
Salah satu syarat posyandu adalah sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan sendiri, namun hal ini seakan ‑ akan hanya ditujukan untuk kelompok sasaran posyandu (bayi dan anak balita, ibu hamil, ibu nifas, menyusui dan wanitaPUS)tanpa memperhatikan tenaga pelaksananya (kader). Padahal jarak  lokasi posyandu dengan tempat tinggal kader merupakan salah satu pendorong agar kader ke tempat pelayanan dan melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pelaksana posyandu (depkes, 2005).
2.7    Ketersediaan waktu
Kegiatan posyandu merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap bulannya dimana ditujukan pada kelompok penduduk yang menjadi sasaran yang akan diberikan pelayanan.  Dan yang sangat berperan dalam pelaksanaan adalah kader dan dibantu oleh petugas puskesmas.
Namun tidak dapat dipungkiri kader juga mempunyai kegiatan lain selain posyandu jadi aspek ini merupakan yang terpenting dari semua aspek masalah pelaksanaan program.  Sehingga peneliti tertarik meneliti tentang ketersediaan waktu dalam melaksanakan kegiatan posyandu.( naim,2008).   
2.8   Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin ”movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan.  Motivasi adalah kekuasaan psikis yang merupakan daya penggerak dalam diri seseorang tersebut berperilaku untuk mencapai tujuan yang pada akhirnya akan menampilkan kerja seseorang atau dengan kata lain  sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan kearah suatu tujuan.
Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan dan mendapatkan umpan-balik dari hasil yang diberikan, oleh karena itu penghargaan psikis dalam hal ini diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan.
Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yag memberi kontribusi pada tingkatan komitmen seseorang.  Hal ini termasuk faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu.
Menurut Ngalim Purwanto (2004)  bahwa motivasi merupakan segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dari berbagai macam defenisi motivasi ada tiga poin penting dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan.  Kebutuhan muncul karena adanya semangat yang kurang dirasakan oleh seseorang baik fisiologis maupun psikologis.
Motivasi merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak. Alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu, semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif untuk dapat memahami tingkah laku manusia dengan lebih sempurna, maka patutlah kita memahami apa yang dilakukannya, bagaimana ia melakukannya dan mengapa ia melakukannya (know what, know how, know why).  Setiap orang mempunyai banyak motivasi, ada orang yang bekerja hanya untuk mendapatkan uang, ada yang hanya mencari kesibukan, ada yang mencari prestasi sehingga ia dihargai dan dihormati dan adapula yang bekerja karena memang menyukai pekerjaannya.









                                                            BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1  KERANGKA KONSEPTUAL

Variabel Independen                                      Variabel Dependen
Pendidikan
Pengetahuan
Motivasi


ppppppebrhg
Penghargaan
Jarak Rumah Kader
Ketersediaan waktu

Keaktifan kader dalam kegiatan posyandu
Keterangan :
                                    = Variabel yang diteliti

 
                                    = Variabel  yang tidak diteliti




3.2  Hipotesis
3.2.1   Hipotesis Nol (Ho)
1.    Tidak hubungan antara tingkat pendidikan dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.
2.    Tidak hubungan antara pengetahuan dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.
3.    Tidak ada hubungan anatara motivasi dengan keaktifan kader dalam kegiatan psosyandu
3.2.1. Hipotesis Alternatif (Ha)
1.    Ada hubungan anatara tingkat pendidikan dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.
2.     Ada hubungan anatara pengetahuan dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.
3.    Ada hubungan anatara motivasi dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.










BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1  . Desain Penelitian
                 Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif analitik yang bertujuan, dengan menggunakan metode cross sectional study yang dimaksud untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader posyandu di Wilayah kerja puskesmas Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.













4.2         Kerangka Kerja
Populasi semua kader posyandu yang terdaftar di wilayah PKM  Bontompo Selatan Kab. Gowa , jumlah : 42 orang
Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah – langkah kegiatan penelitian yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang diteliti untuk mencapai tujuan penelitian (Setiadi, 2007).

 

Tekhnik sampling : dalam penelitian ini menggunakan  total sampling

               
Sampel : dengan kriteria inklusi, jumlah 42 0rang
Variabel yang diteliti
Variabel dependen : keaktifan kader dalam kegiatan posyandu
Variable Independen :  pendidikan, pengetahuan, motivasi
 










Metode pengumpulan data : Kuesioner
                                                                                                       
Analisa data : uji chi square, batas kemaknaan α <0,05
Penyajian data
 





4.3    Identifikasi Variabel
Variabel adalah perilaku karakteristik yang memberi nilai terhadap sesuatu (benda,manusia, dll). (Nursalam,2003)
Dalam penelitian ini terdiri terdiri dari dua variabel independent (bebas) dan variabel independent (Terikat).
4.3.1.      Variabel Independen
Adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Dalam penelitian ini variabel independennya adalah Pendidikan, Pengetahuan, dan Motivasi.
4.3.2.      Variabel Dependen
Adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.












4.4    Defenisi Operasinal dan Kriteria Obyektif
NO
VARIABEL
DEFENISI OPERASIONAL
INDIKATOR
ALAT UKUR
SKALA
1.
Keaktifan Kader


Keaktifan kader adalah frekuensi kader mengikuti kegiatan posyandu yang diukur berdasarkan jumlah kehadirannya dalam melakukan kegiatan pada hari buka posyandu dalam 12 bulan terakhir

Aktif :  Jika responden > 8 kali hadir dalam 12 bln terakhir
Kurang aktif :Jika responden < 8 kali hadir dalam 12 bln terakhir
Observasi
 Rasio
2.
Pendidikan
Tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah dilalui oleh kader posyandu dan berijazah


Tinggi : Jika responden tamat SMA atau lebih tinggi

Rendah : Jika responden tamat SD atau SMP

-
Ordinal

3.
Pengetahuan
Hal – hal yang diketahui, dimengerti dan mampu diingat oleh kader tentang program/kegiatan posyandu

Baik Jika: >80%  jawaban yang benar 

Cukup Jika: < 80% jumlah jawaban yang benar
Kuesioner
Ordinal
4.
Motivasi
Dorongan yang timbul pada seorang kader dalam melaksanakan tugas pelayanan kesehatan dasar
Ada : Jika responden menjawab dengan jumlah skor 3

Tidak ada : Jika responden menjawab denan jumlah skor < 3
Kuesioner
Ordinal

4.5.  Sampling Desain
4.5.1.      Populasi
Populasi merupakan seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut. (Hidayat 2003)
            Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kader posyandu yang terdaftar di wilayah penelitian yang berjumlah 42 orang.  Jumlah kader tersebut diambil dari posyandu aktif yang termasuk dalam puskesmas Bontonompo
4.5.2.      Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (hidayat, 2003)
Sampel dalam penelitian ini adalah kader posyandu yang terdaftar di Wilayah kerja puskesmas Bontonompo Kabupaten Gowa sebanyak 42 orang.
1.   Kriteria Sampel
a.    Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karekteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,2003).
Kriteria inklusi sebagai berikut:
1)        Kader yang aktif dalam 12 bulan terakhir di wilayah kerja Puskesmas Bontonompo Selatan Kab. Gowa
2)        Bersedia jadi responden
b.    Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilang/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,2003)
Kriteria eksklusi sebagai berikut
1)        Tidak bersedia jadi responden.
2.   Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kader posyandu di wilayah kerja puskesmas Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Jumlah kader posyandu sebanyak 42 orang.
4.5.3.      Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili populasi. Teknik sampling merrupakan cara – cara yang ditempuh dalam pengambilan, agar memperoleh sampel yang benar – benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelititi (Nursalam, 2003).  
Dalam penelitian ini metode penarikan sampel adalah teknik Total Sampling dimana semua jumlah populasi dijadikan sebagai sampel.
4.6.  Pengumpulan dan Analisa Data
4.6.1. Tempat dan Waktu
        Penelitian ini  akan dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa pada bulan Mei 2012..
4.6.2. Pengumpulan Data
Mengajukan permohonan izin untuk mengadakan penelitian di wilayah kerja puskesmas Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, setelah  memperoleh persetujuan maka peneliti akan melakukan pendekatan kepada calon responden untuk mengambil data. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai subjek penelitian tanpa diberi nama tetapi diberi kode khusus. Hasil pengisian kuesioner akan dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan narasi.
4.6.3. Rencana Pengolahan dan Analisa Data
1.         Instrumen pengumpulan data
a.         Data primer
Untuk memperoleh data primer peneliti membuat instrumen dalam bentuk kuesioner berdasarkan literatur yang terkait dengan penelitian yang terdiri dari set A dan set B. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung pada responden berdasarkan daftar pertanyaan pada kuesioner untuk mengetahui tanggapan terhadap variabel -  variabel yang diteliti dengan langkah – langkah sebagai sebagai berikut:
1)        Sebelum kuesioner diserahkan kepeda responden, peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian.
2)        Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner.
3)        Jika responden telah menyatakan bersedia, maka kuesioner diberikan dan responden diminta untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada kuesioner.
4)        Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, selanjutnya dikumpulkan dan dipersiapkan untuk diolah dan dianalisa.
Kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri dari:
a.    Set A identifikasi umum kader posyandu. Berupa nomor responden, umur, status perkawinan, dan pendidikan responden.
b.   Set B identifikasi  khusus tentang:
1)        Variabel pengetahuan.
Untuk mengetahui pengetahuan diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P = f  x 100%
     N
Keterangan :
P          : Persentase
f           : Jumlah jawaban yang benar
n           :  Jumlah skor maximal
Untuk mengukur variabel pengetahuan diukur dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri benar: 1, salah: 0 dengan jumlah 15 item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi  2 yaitu: Baik dan kurang dengan kriteria
a)        Baik          : > 80% jawaban benar
b)        Kurang      : < 80% jawaban yang benar
2)        Variabel Motivasi
Untuk mengukur variebel Motivasi diukur dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri Ya :1, Tidak: 0 dengan jumlah 3 item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 2 yaitu: ada dan tidak ada
a)        Ada           :  jumlah skor 3
b)        Tidak ada :   jumlah skor < 3
3)        Variabel Keaktifan Kader
Data keaktifan kader dihitung berdasarkan berapa kali kader hadir/datang di Posyandu dalam 1 tahun terakhir.yang dikelompokkan menjadi: aktif dan tidak aktif
a)        Aktif                     : > 8 kali hadir
b)        Kurang Aktif        : < 8 kali hadir
b.        Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan instansi yang terkait dengan peneliiian ini khususnya dari Puskesmas Bontonompo Selatan Kab. Gowa. Data sekunder yang  digunakan dalam penelitian ini berupa jumlah kader posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontonompo Selatan Kab. Gowa.
2.         Pengolahan Data
a.         Editing
Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan data, keseragaman data dan kesinambungan data.
b.         Koding
Dilakukan koding untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberikan simbol – simbol dari setiap jawaban yang diberikan responden.
c.         Tabulasi
Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.
4.6.4.      Analisa Statistik
Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa univariat dilakukan untuk
Mendeskripsikan masing – masing variabel yaitu pendidikan, pengetahuan dan motivasi dengan keatifan kader dalam kegiatan posyandu dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependent, diuji dengan menggunakan uji fisher’s test dengan menggunakan program SPSS for Windows.  
4.7.  Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi:

1.         Lembar persetujuan (Informed Consent)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi criteria inklusi yang disertai judul penelitian dan manfaat peneliian.
Bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2.         Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberi kode.
3.         Kerahasiaan (Confinientiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
.























DAFTAR PUSTAKA

Bapenas. 2008. Internet. “ Assessment           Kapasitas Lokal”. http://www.issdp.ampl.or.id/v2. Diakses 29 Februari 2010).

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksana: Program Pelayanan Kesehatan Puskesmas.

Depkes RI. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Sul-Sel.

Dinkes Takalar. 2010. Profil Puskesmas Towata.

Gemari. 2005. “Maksimalkan TP PKK untuk kelola Posyandu”. Majalah Keluarga Mandiri.

Kesmas. 2007. “Jurnal kesehatan Masyarakat Nasional”. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Naim, Umar. 2008.” POSYANDU:Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat”. Penerbit Kareso. Yogyakarta.

Nanik S. 2007. Internet. “Kota Bogor Siap Menyongsong Kelurahan Siaga 2008”. http://kotabogor.go.id/index, diakses I Maret 2010.

Nursalam.2003. “Konsep dan Penerapan Metodologipenelitian Ilmu Keperawatan”. Salemba Medika. Jakarta.

Pohan, Imbalo. 2007. “Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan”. EGC. Jakarta.

Sciortino, Rosalina. 2000. “Menuju Kesehatan Madani”. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Setiadi, (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.

STIKES Tanawali Persada Takalar. (2009). Buku Panduan Penelitian, Takalar: Stikes Tanawali Persada Takalar.

Suara karya. 2006. Internet “Desa Siaga Berdayakan Potensi Lokal Menuju Desa Sehat”.http://www.suarakarya online com/news.htmi, Diakses 1 Maret 2010.

Sulkan Y. 2000. “Kamus Bahasa Indonesia: Praktis Populer dan Kosakata Baru”. Penerbit Mekar. Surabaya.

Supari, Fadilah. 2006. Internet. “Melalui Desa Siaga, Rakyat Sehat”.http://www.promosikesehatan.com/news.html, Diakses 29 Februari 2010.


Surya. 2007. Internet. “Desa Siaga Dikembangkan di Jawa Timur dengan Mengaktifkan Kader”. http://www.surya.co.id/web. Diakses 29 Februari 2010.

Uli, Mailt. 2005.Internet. “Kader Kesehatan Siap Memasyarakatkan Hidup Bersih dan Sehat Kepada Masyarakat”. htts://www.unilever.co.id/ourcomoan /beritaandmedia, diakses 3 maret 2010.

Unicef. 2000. “Buku Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga”.UPGK. Jakarta.

Widiastuti, Agung, I Gusti. 2006. Internet. “Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Kota Denpasar”. http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/up-pdf. Diakses 29 Febuari 2010.

Widodowati, Retno Lestari. 2004. “Warta Kesehatan Masyarakat”. Pelatihan Kader Posyandu Desa Sukabumi.

Zulkifli. 2003. Internet. “Posyandu dan KaderKesehatan”. http://www.library.usu.ac.id/modules.php. Diakses 1 maret 2010.